Senang Dahulu, Tuli Kemudian


TEMPO. Lebih dari seratus remaja memadati tempat penyewaan PlayStation di Bogor Trade Mall, Senin dua pekan lalu. Masing-masing asyik di depan televisi berukuran 21 inci. Tangan mereka menggenggam joystick. Mata dan jari-jari tangan berkonsentrasi penuh. Sedangkan telinga mereka dipaksa mendengar suara dengan tingkat volume maksimal yang keluar dari mesin permainan. Tentu saja, bagi pecandunya, suara keras, kadang diselingi dentuman dan desingan, merupakan bagian kenikmatan permainan tersebut.

Di tempat game tersebut, permainan yang paling banyak dipilih adalah sepak bola, perang-perangan, dan petualangan. Dengan ongkos relatif murah, hanya Rp 3.000-5.000 per jam, para penyewa-yang sebagian masih berseragam sekolah-bisa ngendon hingga lima jam dengan hantaman suara yang memekakkan telinga. "Suara keras tidak mengganggu, kok. Kami sudah terbiasa. Malah, kalau suaranya dipelankan, para penyewa tidak puas dan memilih tempat lain," kata Eron, pengelola salah satu tempat penyewaan.

Di bulan Ramadan yang baru lalu, tempat penyewaan game kian ramai dikunjungi. Selain karena hobi, di tempat ini para pengunjung biasa menghabiskan waktu sambil menunggu berbuka alias ngabuburit. "Di rumah bosan, lama nungguin buka puasa," kata Ikkido, siswa kelas satu sekolah dasar, yang baru tahun ini berpuasa. Biasanya ia dan teman-temannya nge-game satu-dua kali seminggu, tapi pada Ramadan lalu, ia muncul di tempat penyewaan itu setiap pulang sekolah.

Toh, di balik kesenangan bermain dan menghabiskan waktu, ada bahaya yang mengintai. Apa lagi kalau bukan suara bising yang bisa memecahkan gendang telinga. Dua pekan lalu, dokter spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan Rumah Sakit Umum Palang Merah Indonesia, Firmansyah Abdi, mengungkapkan hasil penelitiannya di sejumlah tempat penyewaan game, termasuk tempat bermain anak. "Bising yang dihasilkan mencapai 102 desibel, melebihi ambang batas yang ditentukan, 85 desibel," katanya kepada Tempo.

Lutfi, pelajar Sekolah Menengah Kejuruan Kornita, Bogor, adalah salah satu remaja yang sudah mengunduh dampak buruk terlalu sering dan lama berada di tempat game. "Setiap kali keluar dari tempat penyewaan, kuping agak budek. Kalau ngobrol, harus keras-keras supaya kedengaran, tapi lama-lama normal lagi," katanya. Lutfi dan beberapa kawannya sangat gemar bermain PlayStation, sehingga tiap pekan tidak absen dari arena bermain tersebut. "Saya main dua sampai tiga jam sehari, tergantung uang yang ada," ujar Agung, teman Lutfi.

Nah, dalam jangka panjang, akibat suara bising adalah kerusakan fungsi pendengaran hingga ketulian total. "Gangguan pendengaran akibat bising di arena bermain anak merupakan kasus ketulian terbanyak yang terjadi," kata Firmansyah. Ia menyarankan setiap orang secepat mungkin kabur dari tempat yang bising. Apabila berada di kawasan dengan tingkat kebisingan 100-111 desibel, sebaiknya segera menyingkir sebelum satu menit, bukan berjam-jam seperti yang dilakukan para penggila game tersebut.

Dia menyimpulkan tingkat kebisingan di arena permainan lebih berbahaya dibanding tingkat bising di lingkungan pabrik. Di tempat bermain, suara bising tak terkendali karena bergantung pada jenis permainan yang dipilih. Selain itu, tak ada pemberitahuan dari pengelola kepada para penyewa ihwal tata cara mengurangi dampak kebisingan. "Jika setiap pekan seorang anak main ke arena permainan, empat tahun kemudian anak itu akan mengalami gangguan pendengaran dan gangguan psikologis," kata Firmansyah.

Penelitian terbaru yang dipublikasikan di Journal of the American Medical Association dua pekan lalu, menyebutkan satu dari lima anak di Amerika Serikat mengalami ketulian. Angka ini melonjak 30 persen dibanding periode 1980-1990. Penyebab utamanya adalah sering berada di tempat bising, termasuk tempat game. Penelitian tersebut dilakukan dengan melibatkan 5.000 anak berusia 12-19 tahun sebagai subyek. "Jumlah anak laki-laki yang tuli lebih banyak dibanding perempuan," demikian kutipan penelitian itu.

Sebelumnya, penelitian khusus ihwal dampak kebisingan bagi pengunjung arena bermain telah dilakukan terhadap 1.310 orang berusia 12-50 tahun di Australia. Hasilnya, selain terkena gangguan pendengaran, ada yang mengalami perubahan psikologis, seperti rasa gembira berlebih, rasa tertantang, frustrasi, marah, dan peningkatan agresivitas. Agar terhindar dari semua dampak buruk tersebut, disarankan anak-anak diajak ke tempat permainan alam. Jika mereka lebih suka arena permainan di pusat belanja atau warung penyewaan, sebaiknya batasi waktu berkunjung mereka.

Adapun yang dimaksud dengan suara bising tidak melulu suara yang memekakkan telinga. Bising adalah suara yang tak diinginkan; walau sekecil apa pun, dianggap sebagai bising. Tapi dampak suara bising yang tidak berisik itu tentu tak seberapa dibanding bising yang memekakkan telinga. Dalam keputusan Menteri Tenaga Kerja tentang nilai ambang batas faktor fisika di tempat kerja, disebutkan bahwa ambang kebisingan maksimal yang tidak mengakibatkan gangguan fungsi pendengaran adalah 85 desibel.

0 Response to "Senang Dahulu, Tuli Kemudian"

Post a Comment

Related Posts with Thumbnails
powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme